Distrik yigi merupakan sala satu distrik induk yang ada di kabupaten Nduga. Distrik yigi dulu sebelum pemekaran kabupaten Nduga masih dalam kabupaten jayawijaya batas wilayah secara administratif yaitu dari sabu sampe yawa (kroptak-Dal).Sekarang dengan adanya DOB (Daerah otonom baru) pemekaran Kabupaten Nduga, Kabupaten Nduga memekarkan distrik dari yigi yaitu menjadi beberapa wilayah pemekaran distrik yakni Distrik Dal, Distrik Mbulmuyalma, Distrik Nirkuri, Distrik Iniknggal, Distrik Yal, Dan Distrik Kroptak.
A.Distrik yigi sendiri meiliki 12 kampung yaitu sebagai berikut:
NO
|
NAMA KAMPUNG
|
NAMA KEPALA KAMPUNG
|
1.
|
Desa Yigi |
Arum Gwijangge
|
2.
|
Desa Ekilapok |
Anenias Gwijangge
|
3.
|
Desa Sirit |
Nimbor Nimiangge
|
4.
|
Desa Simbo |
Yonggen Gwijangge
|
5.
|
Desa Karunggame |
Ilanggen Gwijangge
|
6.
|
Desa Suwemen |
Jiniel Gwijangge
|
7.
|
Desa Wiritlak |
Koboganus Gwijangge
|
8.
|
Desa Borot |
Linias Lilbid
|
9.
|
Desa Delsa |
Yalius Gwijangge
|
10.
|
Desa Lumbukndumu |
Gigi Gwijangge
|
11.
|
Desa Yepaldoma |
Tanius Gwijangge
|
12.
|
Desa Soe Dobo |
Abuake Pokneangge
|
B.Pemandangan Alam Distrik yigi
C.Agama
Di
distrik
Yigi
seluruh penduduk 100% beragama Kristen Protestan. Kampung
yigi merupakan sala satu kampung yang menjadi sejarah masuknya agama di
kabupaten nduga dimana dulu masyarakat masih percahya dengan kepercahyaan
animisme dan dinamisme. Salah satu perintis yang masih ada sampe sekang adalah
Bapak Nggekorak Murib beliau pertama kali melayani di Gereja induk wiritlak. Distrik
yigi tempat rumah ibadah yang ada yaitu
sebagai berikut:
1.
Gereja Wiritlak
2.
Gereja Yuburumu
3.
Gereja Lumbukndumu
4.
Gereja Karunggame
5.
Gereja Sirit
D.Sistem Budaya
Masyarakat yigi
- 1.Adat
Masyarakat
di distrik yigi
pada umumnya memelihara dan melestarikan adat yaitu dengan
upacara pernikahan, peresmian gedung baru,
syukuran anak–anak yang pulang dengan gelar sarjana dan cara penyelesaian
perang dan lain sebagainya. Hal tersebut mereka melakukan
dengan adat istiadat
yaitu bakar batu/makan bersama. Ada pun dalam tradisi lokal dengan cara
melakukan
kegiatan bakar
batu adalah salah satu wujud kebanggaan bagi masyarakat bahwa seluruh persoalan
telah dilalui dan rasa syukur itulah yang biasanya dilakukan dengan bakar batu
/makan bersama. Sehari-hari maupun pada saat kegiatan
besar yang disebutkan di atas, masyarakat selalu saling membantu, gotong-royong,
dan sumbang menyumbang antara masyarakat setempat dengan masyarakat dari luar yang ada hubungan kekerabatan dengan mereka. Kedekatan itu
karena masyarakat yigi maupun orang Papua pada umumnya garis keturunan dari
sang ayah (patrilinial). Artinya, ketika melakukan upacara
adat biasanya keluarga semua kumpul untuk merayakan bersama-sama.
Hal ini merupakan salah satu adat masyarakat yigi dan
secara umumnya masyarakat Nduga. Budaya ini
merupakan warisan dari nenek moyang hingga
ke generasi saat ini. Dengan demikian adat istiadat ini sudah menjadi
kebiasaan dan sangat sulit untuk
dihilangkan.
Manusia adalah mahluk sosial maka mereka hidup bersama, berinteraksi, dan
tergantung satu sama lain untuk mempertahankan hidupnya.
2. Sistem Pemilikan Tanah
Sistem kepemilikan tanah masyarakat
suku Nduga mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilineal). Ini artinya bahwa
pewarisan tanah berdasarkan garis keturunan ayah dan berlaku untuk semua klan,
marga. Aturan adatnya adalah seseorang tidak bisa masuk ke lokasi orang atau
klan lain tanpa seijin klan/marga lain tersebut. Setiap orang masih hidup di
atas tanahnya dan berusaha di atas tanahnya pula. Jadi ada larangan, antara
komunitas masyarakat satu etnik sendiri tidak boleh berseberangan tanpa ijin,
tanpa sepengetahuan klan pemilik tanah itu, apalagi sudah lain suku. Pelanggaran terhadap larangan
ini akan mengganggu tatanan sosial masyarakat. Anak dari saudara perempuan pun
tidak boleh mengusahakan/mengerjakan di tempat pamannya. Seorang ipar tidak
bisa begitu saja mengelola di tanah milik pihak perempuan. Ketika seseorang
mengerjakan lahan tanpa ijin dari pemilik maka yang terjadi adalah perselisihan.
Andaikan masalah tersebut berlanjut dan tidak bisa diselesaikan secara damai
maka bisa terjadi konflik. Bila kasusnya kecil bisa damai tanpa harus membayar.
3. Pola Pewarisan Tanah
Pada umumnya sistem pewarisan lahan merupakan
harta sangat berharga. Oleh karena itu dalam masyarakat suku Nduga pola
pewarisan tanah merujuk prinsip-prinsip
patrilineal, yang berarti segala hal yang dimiliki oleh bapak. Warisan tersebut
dapat jatuh langsung kepada anak lelaki. Warisan tidak jatuh kepada anak
perempuan. Warisan itu dapat diberikan
kepada anak perempuan kalau bapak tersebut hanya memiliki seorang anak putri
(putri tunggal) atau tidak mempunyai anak laki-laki. Di samping itu klaim atas
tanah milik orang lain, yang diberikan karena belas kasihan dan telah berlangsung
sejak nenek moyang maka secara adat tidak memiliki haknya, dan hak atas tanah
tersebut tetap pada pemilik tanah semula. Namun kecenderungan sekarang adalah
klaim tanah oleh kaum pendatang yang hidup lama sekitar enam-tujuh generasi di
mana tanah itu telah menjadi milik mereka. Hal ini secara adat tidak dibenarkan.
Sebab hukum adat selalu berpedoman pada orang siapa yang sudah menetap di situ.
Karena itu yang terpenting ialah mencari tahu terlebih dahulu orang yang telah
lama menempati wilayah itu, walaupun harus diakui bahwa melacak manusia enam atau tujuh generasi sebelumnya
merupakan pekerjaan antropologis yang sangat tidak mudah.
4. Pemanfaatan sumber daya alam oleh
masyarakat lokal
Ketika jumlah penduduk masih sedikit,
masyarakat memiliki norma yang berhubungan dengan kebiasaan bertani, beternak, dan berburu. Norma itu mengatakan
bahwa setiap orang harus bekerja di atas wilayah yang telah dipatok sebagai
haknya sendiri. Mereka berburu, mencari kayu bakar, mencari kulit kayu harus di
atas wilayah yang telah menjadi haknya itu. Untuk mengambil atau mengolah tanah
orang lain harus meminta ijin terlebih dahulu. Apabila tidak meminta ijin bisa
terjadi perang besar. Pelanggaran-pelanggaran atas norma itu akan terkena hukum
adat (sanksi).
5. Mata pencaharian dan pembagian
kerja
Masyarakat suku Nduga adalah masyarakat pekerja keras. Jadi mereka
memiliki sebuah filosofi mengenai kerja, yaitu orang yang tidak kerja tidak
boleh diberi makan; hanya orang bekerja yang boleh makan. Itu berarti untuk
hidup orang harus kerja maka hidup itu harus bekerja. Setiap orang baik
laki-laki, perempuan, suami, istri, maupun anak harus bekerja. Dengan begitu
tentu ada pembagian tugas antara ayah, ibu, anak maupun sanak saudara lainnya.
Pembagian tugas ini diatur secara baik. Bagi orang pada jaman dahulu misalnya
seorang lelaki bertugas membersihkan lahan, menebang pohon, membuat pagar dan
bedengan; sesudah itu istri atau kaum perempuan mencari bibit segala jenis
tanaman yang akan ditanam di dalam kebun yang baru dibuka, misalnya bibit ubi, bibit keladi, jahe, serta sayuran dan lainnya.
Mereka itu tidak hanya mencari bibit tanaman tetapi sekaligus menanamnya di
lahan yang telah disiapkan oleh kaum laki-laki. Sampai memanen tanaman menjadi
urusannya kaum perempuan. Sedang
anak laki-laki cenderung membantu ayahnya sekaligus melatih bekerja sebagai
bekal bagi masa depan. Anak perempuan membantu ibunya secara rutin dan
berkelanjutan. Hal ini terjadi pada masa dahulu sebelum ada pengaruh
modernisasi. Dengan demikian pekerjaan
yang dianggap besar dan membutuhkan tenaga dan biaya tidak sedikit selalu
dikerjakan oleh pria. Namun ada pekerjaan tertentu yang harus dikerjakan
sendiri oleh pria terutama bagi pekerjaan yang rumit dan bekerja bersama kalau
bebannya sudah mulai mengurang.
Sesudah adanya pengaruh modernisasi
dan kemajuan mulai terlihat adanya
pergeseran-pergeseran nilai. Pergeseran nilai itu terjadi di mana kaum lelaki
dan pemuda/i angkatan kerja yang
produktif mulai mencari pekerjaan di daerah lain/kota dan di kampung / di
daerahnya hanya tinggal istri dan anak. Ketika suaminya belum pulang, kaum perempuan mengambil alih
tugas-tugas besar dari lelaki tersebut yakni membuat bedengan dan pagar. Jadi
inilah yang dimaksud dengan pergeseran nilai itu.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussaya harap bg siapa saja yang mengambil artikel kecil ini lapor dengan berupa saran dan kritikan yang sifatnya membangun.
BalasHapus