Sabtu, 05 November 2016

Profil Distrik Yigi

                                                           

Distrik yigi merupakan sala satu distrik induk yang ada di kabupaten Nduga. Distrik yigi dulu sebelum pemekaran kabupaten Nduga masih dalam kabupaten jayawijaya batas wilayah secara administratif yaitu dari sabu sampe yawa (kroptak-Dal).Sekarang dengan adanya DOB (Daerah otonom baru) pemekaran Kabupaten Nduga, Kabupaten Nduga memekarkan distrik dari yigi yaitu menjadi beberapa wilayah pemekaran distrik yakni Distrik Dal, Distrik Mbulmuyalma, Distrik Nirkuri, Distrik Iniknggal, Distrik Yal, Dan Distrik Kroptak. 

 A.Distrik yigi sendiri meiliki 12 kampung yaitu sebagai berikut:


NO
NAMA KAMPUNG
NAMA KEPALA KAMPUNG
1.      
Desa Yigi 
Arum Gwijangge
2.      
Desa Ekilapok
Anenias Gwijangge
3.      
Desa Sirit
Nimbor Nimiangge
4.      
Desa Simbo
Yonggen Gwijangge
5.      
Desa Karunggame
Ilanggen Gwijangge
6.      
Desa Suwemen
Jiniel Gwijangge
7.      
Desa Wiritlak
Koboganus Gwijangge
8.      
Desa Borot
Linias Lilbid
9.      
Desa Delsa
Yalius Gwijangge
10.  
Desa Lumbukndumu
Gigi Gwijangge
11.  
Desa Yepaldoma
Tanius Gwijangge
12.  
Desa Soe Dobo 
Abuake Pokneangge

B.Pemandangan Alam Distrik yigi







C.Agama
Di distrik Yigi seluruh penduduk 100% beragama Kristen Protestan. Kampung yigi merupakan sala satu kampung yang menjadi sejarah masuknya agama di kabupaten nduga dimana dulu masyarakat masih percahya dengan kepercahyaan animisme dan dinamisme. Salah satu perintis yang masih ada sampe sekang adalah Bapak Nggekorak Murib beliau pertama kali melayani di Gereja induk wiritlak. Distrik yigi tempat rumah ibadah yang ada  yaitu sebagai berikut:
1.      Gereja Wiritlak
2.      Gereja Yuburumu
3.      Gereja Lumbukndumu
4.      Gereja Karunggame
5.      Gereja Sirit

D.Sistem Budaya Masyarakat yigi
  1.          1.Adat
Masyarakat di distrik yigi pada umumnya memelihara dan melestarikan adat yaitu dengan upacara pernikahan, peresmian gedung baru, syukuran anak–anak yang pulang dengan gelar sarjana dan cara penyelesaian perang dan lain sebagainya. Hal tersebut mereka melakukan dengan adat istiadat yaitu bakar batu/makan bersama. Ada pun dalam tradisi lokal dengan cara melakukan kegiatan bakar batu adalah salah satu wujud kebanggaan bagi masyarakat bahwa seluruh persoalan telah dilalui dan rasa syukur itulah yang biasanya dilakukan dengan bakar batu /makan bersama. Sehari-hari maupun pada saat kegiatan besar yang disebutkan di atas, masyarakat selalu saling membantu, gotong-royong, dan sumbang menyumbang antara masyarakat setempat dengan masyarakat dari luar yang  ada hubungan kekerabatan dengan mereka. Kedekatan itu karena masyarakat yigi maupun orang Papua pada umumnya garis keturunan dari sang ayah (patrilinial). Artinya, ketika melakukan upacara adat biasanya keluarga semua kumpul untuk merayakan bersama-sama. Hal ini merupakan salah satu adat masyarakat yigi dan secara umumnya masyarakat Nduga. Budaya ini merupakan warisan dari nenek moyang hingga  ke generasi saat ini. Dengan demikian adat istiadat ini sudah menjadi kebiasaan dan  sangat sulit untuk dihilangkan. Manusia adalah mahluk sosial maka mereka hidup bersama, berinteraksi, dan tergantung satu sama lain untuk mempertahankan hidupnya.
2.      Sistem Pemilikan Tanah
Sistem kepemilikan tanah masyarakat suku Nduga mengikuti garis keturunan laki-laki (patrilineal). Ini artinya bahwa pewarisan tanah berdasarkan garis keturunan ayah dan berlaku untuk semua klan, marga. Aturan adatnya adalah seseorang tidak bisa masuk ke lokasi orang atau klan lain tanpa seijin klan/marga lain tersebut. Setiap orang masih hidup di atas tanahnya dan berusaha di atas tanahnya pula. Jadi ada larangan, antara komunitas masyarakat satu etnik sendiri tidak boleh berseberangan tanpa ijin, tanpa sepengetahuan klan pemilik tanah itu, apalagi  sudah lain suku. Pelanggaran terhadap larangan ini akan mengganggu tatanan sosial masyarakat. Anak dari saudara perempuan pun tidak boleh mengusahakan/mengerjakan di tempat pamannya. Seorang ipar tidak bisa begitu saja mengelola di tanah milik pihak perempuan. Ketika seseorang mengerjakan lahan tanpa ijin dari pemilik maka yang terjadi adalah perselisihan. Andaikan masalah tersebut berlanjut dan tidak bisa diselesaikan secara damai maka bisa terjadi konflik. Bila kasusnya kecil bisa damai tanpa harus membayar.
3.       Pola Pewarisan Tanah
Pada umumnya sistem pewarisan lahan merupakan harta sangat berharga. Oleh karena itu dalam masyarakat suku Nduga pola pewarisan tanah  merujuk prinsip-prinsip patrilineal, yang berarti segala hal yang dimiliki oleh bapak. Warisan tersebut dapat jatuh langsung kepada anak lelaki. Warisan tidak jatuh kepada anak perempuan. Warisan  itu dapat diberikan kepada anak perempuan kalau bapak tersebut hanya memiliki seorang anak putri (putri tunggal) atau tidak mempunyai anak laki-laki. Di samping itu klaim atas tanah milik orang lain, yang diberikan karena belas kasihan dan telah berlangsung sejak nenek moyang maka secara adat tidak memiliki haknya, dan hak atas tanah tersebut tetap pada pemilik tanah semula. Namun kecenderungan sekarang adalah klaim tanah oleh kaum pendatang yang hidup lama sekitar enam-tujuh generasi di mana tanah itu telah menjadi milik mereka. Hal ini secara adat tidak dibenarkan. Sebab hukum adat selalu berpedoman pada orang siapa yang sudah menetap di situ. Karena itu yang terpenting ialah mencari tahu terlebih dahulu orang yang telah lama menempati wilayah itu, walaupun harus diakui bahwa melacak  manusia enam atau tujuh generasi sebelumnya merupakan pekerjaan antropologis yang sangat tidak mudah.

4.      Pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat lokal
Ketika jumlah penduduk masih sedikit, masyarakat memiliki norma yang berhubungan dengan kebiasaan bertani,  beternak, dan berburu. Norma itu mengatakan bahwa setiap orang harus bekerja di atas wilayah yang telah dipatok sebagai haknya sendiri. Mereka berburu, mencari kayu bakar, mencari kulit kayu harus di atas wilayah yang telah menjadi haknya itu. Untuk mengambil atau mengolah tanah orang lain harus meminta ijin terlebih dahulu. Apabila tidak meminta ijin bisa terjadi perang besar. Pelanggaran-pelanggaran atas norma itu akan terkena hukum adat (sanksi).
5.       Mata pencaharian dan pembagian kerja
Masyarakat suku Nduga adalah  masyarakat pekerja keras. Jadi mereka memiliki sebuah filosofi mengenai kerja, yaitu orang yang tidak kerja tidak boleh diberi makan; hanya orang bekerja yang boleh makan. Itu berarti untuk hidup orang harus kerja maka hidup itu harus bekerja. Setiap orang baik laki-laki, perempuan, suami, istri, maupun anak harus bekerja. Dengan begitu tentu ada pembagian tugas antara ayah, ibu, anak maupun sanak saudara lainnya. Pembagian tugas ini diatur secara baik. Bagi orang pada jaman dahulu misalnya seorang lelaki bertugas membersihkan lahan, menebang pohon, membuat pagar dan bedengan; sesudah itu istri atau kaum perempuan mencari bibit segala jenis tanaman yang akan ditanam di dalam kebun yang baru dibuka, misalnya bibit ubi, bibit keladi, jahe, serta sayuran dan lainnya. Mereka itu tidak hanya mencari bibit tanaman tetapi sekaligus menanamnya di lahan yang telah disiapkan oleh kaum laki-laki. Sampai memanen tanaman menjadi urusannya kaum perempuan.  Sedang anak laki-laki cenderung membantu ayahnya sekaligus melatih bekerja sebagai bekal bagi masa depan. Anak perempuan membantu ibunya secara rutin dan berkelanjutan. Hal ini terjadi pada masa dahulu sebelum ada pengaruh modernisasi. Dengan demikian  pekerjaan yang dianggap besar dan membutuhkan tenaga dan biaya tidak sedikit selalu dikerjakan oleh pria. Namun ada pekerjaan tertentu yang harus dikerjakan sendiri oleh pria terutama bagi pekerjaan yang rumit dan bekerja bersama kalau bebannya sudah mulai mengurang.
Sesudah adanya pengaruh modernisasi dan kemajuan  mulai terlihat adanya pergeseran-pergeseran nilai. Pergeseran nilai itu terjadi di mana kaum lelaki dan pemuda/i  angkatan kerja yang produktif mulai mencari pekerjaan di daerah lain/kota dan di kampung / di daerahnya hanya tinggal istri dan anak. Ketika suaminya belum  pulang, kaum perempuan mengambil alih tugas-tugas besar dari lelaki tersebut yakni membuat bedengan dan pagar. Jadi inilah yang dimaksud dengan pergeseran nilai itu.



2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. saya harap bg siapa saja yang mengambil artikel kecil ini lapor dengan berupa saran dan kritikan yang sifatnya membangun.

    BalasHapus